Mengobati Hati Yang Keras
Mengobati Hati Yang Keras adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Shahih Jami’ Ash-Shaghir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 15 Jumadil Awal 1447 H / 6 November 2025 M.
Kajian Islam Tentang Mengobati Hati Yang Keras
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ…
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 159)
Kelemahlembutan merupakan sebuah anugerah, sementara hati yang kaku dan keras adalah sifat tercela. Oleh karena itu, kelembutan hati harus diupayakan. Syariat Islam telah memberikan cara untuk mengobati hati yang keras.
Cara Melembutkan Hati
Hadits pertama dan kedua mengenai hal ini diriwayatkan dari sahabat Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu melalui jalur At-Tabarani dengan sanad yang shahih.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أتُحِبُّ أنْ يَلِينَ قَلْبُكَ وتُدْرِكَ حاجَتَكَ؟ ارْحَمِ اليَتِيمَ وامْسَحْ رَأسَهُ وأطْعِمْهُ مِنْ طَعامِكَ يَلِنْ قَلْبُكَ وتُدْرِكْ حاجَتَكَ
“Apakah kamu ingin agar hatimu lunak (lembut) dan kamu mendapatkan kebutuhanmu? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah dia makan dari makananmu, niscaya hatimu akan lunak dan kamu akan mendapatkan kebutuhanmu.” (HR. Ath-Thabrani)
1. Mengasihi dan Membelai Anak Yatim
Dalam sebuah riwayat disebutkan seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengeluhkan hatinya yang keras. Hal ini menunjukkan bahwa hati terkadang kaku dan perlu dilembutkan. Buktinya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan trik dan cara yang menunjukkan bahwa hati dapat dilunakkan dengan cara yang diridhai oleh Pembuat hati, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla.
Jantung hati semua hamba berada di jari-jari Allah ‘Azza wa Jalla, dan Allah akan membolak-balikkan hati itu sesuai dengan kehendak-Nya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ، يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ
“Sesungguhnya hati semua anak Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Allah Yang Maha Pengasih, seperti satu hati yang Dia bolak-balikkan sesuai dengan kehendak-Nya.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, cara melembutkan hati harus melalui syariat dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Cara pertama adalah dengan mengasihi anak-anak yatim dan membelai kepalanya.
Para ulama seperti Al-Munawi Rahimahullah dan At-Taibi Rahimahullah menjelaskan bahwa membelai kepala anak yatim dapat berarti membelai rambutnya atau mengusap kepalanya, yang dapat diartikan juga dengan memberinya minyak atau perhatian. Intinya, hal ini dilakukan untuk memberikan kesan kasih sayang dan perhatian karena anak tersebut merindukan kasih sayang orang tuanya yang telah tiada. Ini adalah perhatian bernuansa sosial yang dapat melunakkan hati.
Yatim didefinisikan sebagai anak yang ayahnya meninggal. Meskipun sebagian ulama berpendapat makna ini mencakup anak kecil maupun dewasa, penggunaan kata yatim lebih identik untuk anak kecil sampai usia baligh. Setelah baligh, apalagi sudah mandiri, maka tidak lagi dikatakan yatim.
Membelai kepala anak yatim dapat diartikan sebagai bentuk perhatian, bukan hanya sekadar mengusap. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (meskipun sanadnya memiliki kelemahan), disebutkan bahwa siapa saja yang membelai kepala anak yatim dengan tangannya dan ikhlas karena Allah, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan memberi pahala kebaikan sebanyak rambut yang dibelai. Hal ini menunjukkan besarnya pahala dan bahwa belaian tersebut adalah simbol perhatian dan kasih sayang.
2. Memberi Makan dari Makanan Sendiri
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda, berilah dia makan dari makanan yang kamu makan.
Hal ini tidak harus berarti membagi makanan menjadi dua bagian yang sama. Yang diminta adalah mu’asaah (berbagi atau memberikan perhatian dan pemberian), bukan musawah (harus sama atau setara persis). Seseorang dapat memberikan pakaian atau makanan yang benar-benar sama seperti yang ia miliki, namun yang lebih penting adalah bentuk perhatian dan kebahagiaan itu tersampaikan kepada anak yatim, meskipun pemberiannya tidak mesti persis sama dengan yang ia rasakan.
Ketika seseorang memenuhi kebutuhan orang lain, Allah ‘Azza wa Jalla akan memenuhi kebutuhannya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan:
وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
“Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong orang lain.” (HR. Muslim)
Lihat juga: Hadits Arbain Ke 36 – Hadits Tentang Tolong Menolong
Al-Munawi Rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang diuji dengan akhlak buruk dapat mengobatinya dengan melakukan amalan yang menjadi lawan dari penyakitnya. Misalnya, orang yang memiliki sifat congkak, sombong, atau bangga diri perlu melawan sifat-sifat itu dengan tawadhu, kelemahlembutan, dan berhati-hati dalam berbicara serta menghormati orang lain. Dengan membiasakan diri, diharapkan akhlak buruk tersebut dapat teratasi.
Akhlak baik dapat berasal dari faktor genetik (watak) dan faktor belajar (pembiasaan diri). Ada seorang sahabat bernama Al-Asyaj dari Bani Abdul Qais yang dipuji Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ: الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ
“Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah, yaitu sifat tenang (sabar) dan berhati-hati (tidak tergesa-gesa).” (HR. Muslim)
Ketika Al-Asyaj bertanya apakah sifat itu sudah lama atau baru diperolehnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan bahwa sifat itu sudah ada padanya sejak lama (sudah diciptakan Allah dalam dirinya). Sahabat tersebut lantas memuji Allah ‘Azza wa Jalla atas anugerah tersebut.
Namun, cara yang dominan adalah dengan belajar akhlak dari orang lain dan membiasakan diri. Sifat bakhil (kikir) dapat diatasi dengan membiasakan diri untuk bersedekah dan mencontoh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Harta yang banyak sering kali membuat hati menjadi kaku, mengejar target duniawi hingga mengabaikan dzikir dan ibadah. Dengan mengayomi dan memperhatikan anak yatim serta memberi makan mereka, diharapkan hati kita menjadi lunak.
Kunci Kesempurnaan Ibadah dan Ketenangan Hati
Hadits berikutnya diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hilyah dari jalur Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda mengenai doa yang merupakan solusi agar kita semangat dan maksimal dalam beribadah.
Doa tersebut adalah:
اللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى شُكْرِكَ وَذِكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, tolonglah kami untuk bersyukur kepada-Mu, berdzikir (mengingat) kepada-Mu, dan memperbaiki ibadah kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i, disahihkan Al-Albani. Dalam beberapa riwayat redaksinya: اللَّهُمَّ أَعِنِّي)
Doa ini menunjukkan tiga hal yang tidak mudah dilakukan tanpa pertolongan Allah: dzikir, syukur, dan ibadah yang baik.
1. Dzikir (Mengingat Allah)
Dzikir membutuhkan kesabaran dan taufik dari Allah. Maka kita perlu meminta pertolongan Allah. Dzikir mencakup semua ketaatan, baik lisan, seperti mengingat Allah dengan lafaz-lafaz sunnah atau membaca Al-Qur’an, maupun hati. Dzikir yang sejati adalah ketika lisan dan hati selaras.
2. Syukur (Bersyukur kepada Allah)
Orang tidak akan berhasil bersyukur jika tidak menyadari bahwa ia berada dalam nikmat yang banyak. Sering kali nikmat baru terasa setelah dicabut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (QS. Ibrahim [14]: 34)
Orang yang sombong menyangka bahwa nikmat itu adalah hasil usahanya semata, sehingga tidak merasa perlu bersyukur. Padahal, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’ [34]: 13)
Syukur perlu diminta kepada Allah agar nikmat dapat digunakan dalam kebaikan.
3. Ibadah yang Baik
Ibadah yang baik harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan benar sesuai syariat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ibadah yang ahsan (paling baik) adalah yang paling ikhlas (hanya untuk Allah) dan paling benar (sesuai syariat).
Ibadah yang baik juga terkait dengan makam al-musyahadah (merasa melihat Allah dalam ibadah) atau setidaknya makam al-muraqabah (merasa diawasi oleh Allah). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:1
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan menginga3t Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 28)
Ketenangan hati dan kelancaran urusan akan didapatkan jika seseorang kembali dan meminta bimbingan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana doa Nabi Musa ‘Alaihi Salam. (QS. Taha [20]: 25-28) yang meminta kelapangan dada dan kemudahan urusan agar beliau dapat bertasbih dan berzikir kepada Allah. Jika urusan ibadah dan urusan duniawi dibimbing oleh Allah, keduanya dapat berjalan seiringan.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Mari turut membagikan link download kajian “Mengobati Hati Yang Keras” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.
Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55771-mengobati-hati-yang-keras/